Friday, November 18, 2005

Perempuan perjuanganmu...

Harian Equator Pontianak
Minggu, 14 Maret 2004

Perempuan, Perjuanganmu Belum Selesai...

MUNGKIN saat ini kedudukan perempuan sudah lebih baik dari puluhan tahun lalu. Perempuan sudah banyak yang bersekolah tinggi, menduduki jabatan strategis di birokrasi, perusahaan dan kancah politik. Tidak dipungkiri pula di sekolah-sekolah lebih banyak perempuan yang mendapatkan prestasi terbaik dibanding lelaki. Tapi apakah ini menjawab bahwa perempuan sudah lepas dari kemarginalan? Sudah hilangkah budaya patriaki? Bagaimana kekerasan yang dialami perempuan? Kondisinya perempuan masih menyedihkan. Objek kekerasan masih perempuan, tak pelak kekerasan sering menimpa perempuan. Perjuangan perempuan untuk lepas dari jerat tirani keterpurukan belum final!
“Kekerasan pada perempuan tidak bisa hilang tanpa adanya kemauan semua pihak untuk mengeliminir. Peran masyarakat penting membantu mengantisipasi kekerasan ini,” kata Direktur LBH PIK Pontianak, Hj Hairiah SH, kemarin.

Jadi, tingginya kekerasan terhadap perempuan masih menunjukkan kegagalan penanganan yang seharusnya dilakukan secara komprehensif. Salah satunya kekerasan rumah tangga (KDRT) yang menduduki rating tertinggi.

Eksekutif dan legislatif harus lebih berperan dalam menelurkan kebijakan-kebijakan responsif terhadap perempuan. Misalnya membuat perda anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Bisa juga mengalokasikan dana bagi korban kekerasan. Selama ini belum diperhatikan,” ujar Hai, panggilan akrabnya.

Jangan hanya seolah-olah memberikan perhatian hanya untuk kepentingan sesaat, misalnya kampanye.

Dengan peringatan International Women Day ini kita bisa melihat kilas balik bagaimana keberadaan perempuan saat ini. “Kita akui, perempuan sudah mengalami banyak perkembangan. Tapi masih begitu banyak sisi ketertinggalan yang perlu segera dibenahi,” ingat ibu muda yang baru pulang dari tanah suci ini.

Kekerasan terhadap perempuan dapat diminimalisasi jika mereka mendapatkan informasi, pendidikan. “Kurang atau minimnya pendidikan dan informasi akan membuka peluang terjadinya diskriminasi termasuk kekerasan. Kita sadari budaya patriaki masih ada,” ungkapnya.

Ditambahkan Ketua Forum Perempuan Kalbar, Reni HZ, KDRT terhadap isteri, dialami tidak hanya masyarakat berpendidikan rendah, miskin, kalangan minoritas atau broken home. Faktanya, banyak kalangan profesional seperti yang bergelar dokter, Ph.D, menteri dan pejabat tinggi, yang melakukan penganiayaan terhadap isteri.

Ada beberapa bentuk KDRT yang umumnya dilakukan terhadap isteri, yaitu penganiayaan psikologis dan emosi, ekonomi, seksual, dan penganiayaan fisik. Salah satu penyebabnya adalah stress. Penganiaya yang sedang stress itu, nyata-nyata tidak melakukan serangan kepada anak buah atau atasannya.

Dicontohkannya, penganiayaan psikologis dan emosi sering dilakukan dalam bentuk mengintimidasi, mengancam akan menyakiti, penculikan dan penyekapan, ingkar janji, menghina dan mengecilkan arti, membentak dan memaki-maki dan sebagainya. Dalam hal ekonomi, perempuan dibuat tergantung secara ekonomi dengan melakukan kontrol terhadap penghasilan dan pembelanjaan. Secara seksual, perempuan didesak berhubungan seks dengan pemaksaan, atau dilakukan setelah penganiayaan fisik, bisa juga dipaksa jadi pelacur, atau memaksa isteri berhubungan seks dengan orang lain. Dan yang paling sering terjadi, perempuan disakiti secara fisik oleh suami, dengan memukul, menjambak, menampar, mengigit sampai membunuh, serta memotong akses untuk menjaga kesehatan, seperti tidur, makan, berobat dan sebagainya.

Jika dilihat dari sebabnya, Reni membeberkan sebagai wujud ketimpangan historis hubungan lelaki dan perempuan.

Ini dikatakan mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan, oleh kaum laki-laki dan hambatan bagi kemajuan mereka. “Ini berlaku di masyarakat kita, dipandang suami memiliki kedudukan dan kekuasaan dalam rumah tangga lebih tinggi dari isteri,” jelasnya.

Ditambahkannya, semakin dikuatkan negara dengan memasukkan pandangan itu ke dalam Undang-undang. “Coba lihat di UU perkawinan No 1 tahun 1974, dibedakan secara tegas peran dan kedudukan suami isteri dalam pasal 31 ayat 3,” katanya.

Terlihat dalam pasal dimaksud, suami sebagai kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga, selanjutnya dalam pasal 34 ayat 1 dan 2.

‘Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai kemampuannya ditambah isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya,” jelasnya..(sAfItRI/aRiE)

1 comment:

Anonymous said...

hi,
bagus blogging kamu, tapi saya belum sempat baca semua. saya pria (udah tua banget) dari Malaysia (KL) belum pernah ke Pontianak. tanggal 24 Nov saya mungkin perbatasan, Balai Karangan. Jalan2 aza. Nginep semalam dua. Pontianak terlalu jauh. hidup perempuan