Tuesday, May 09, 2006

infrastruktur

Menggantung asa dari paket kebijakan infrastruktur

Andai saja ada kepastian harga tanah dan kepastian waktu pembebasan lahan. Andai saja, dokumen perjanjian jalan tol bankable, tentu perbankan mudah memberikan
pinjaman. Andai saja pemerintah mau berbagi risiko,tidak menyerahkan seluruhnya pada investor. Andai saja…andai saja…Harapan-harapan seperti itu muncul dari para investor.

Itu baru contoh segelintir masalah investasi jalan tol di Indonesia. Masih segudang masalah menanti, seperti di sektor perumahan, transportasi, komunikasi dan
lainnya.
Saat ini pemerintah melalui Departemen Keuangan tengah mengkaji risiko per item, seperti pembangunan ruas tol, risikonya dikaji satu per satu. Pemerintah
diminta risk sharing. Alhasil, sampai saat ini Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) belum selesai.
Memang, terkait penanggungan risiko, pemerintah mesti memperhitungkan dengan baik. Sisi lain, investor pun ragu-ragu menandatangani PPJT edisi lama meskipun ada
jaminan dari Departemen Pekerjaan Umum (PU) akan disesuaikan dalam penandatanganan kontrak. Akibatnya, banyak investor pemenang tender ruas jalan tol yang sudah siap kontrak menunggu revisi PPJT, yang otomatis
pembangunan tertunda.
Tak hanya revisi PPJT-- yang selama ini dinilai belum bankable dan investor friendly, pemerintah juga berencana membentuk infrastruture fund, revolving fund
yang diperkirakan bisa memperbaiki kondisi investasi infrastruktur saat ini.
“Kita berusaha membenahi berbagai hambatan yang muncul hingga menarik minat investasi infrastruktur ke Indonesia.” Begitu janji para petinggi pemerintahan di
negara ini. Berbagai paket direncanakan, dari paket kebijakan infrastruktur sampai paket kebijakan investasi. Bahkan beberapa menteri yang dikomandoi Menko Perekonomian membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI).
Niat baik ini tentu menjadi asa yang bisa menjadi angin segar berbisnis di Indonesia terutama infrastruktur yang sangat memegang peranan dalam berkembangnya perekonomian bangsa.
Pemerintah baru saja menggagas paket kebijakan infrastruktur yang terdiri dari rancangan aksi yang goalnya diharapkan selesai dalam tahun ini. Setidaknya ada 153 kebijakan yang disiapkan pemerintah guna mendukung pembangunan infrastruktur. Untuk jalan tol,
a.l disiapkan penyusunan draf regulasi turunan UU No.38/2004 tentang jalan berupa PP/Kepmen turunan UU tentang jalan yang mengatur tarif, institusi dan
lainnya. Lalu persetujuan Menteri Keuangan atas usulan PPJT dari Menteri PU yang direncanakan Mei selesai, kajian pembentukan badan hukum pengadaan tanah juga
terbentuknya badan hukum pengadaan tanah.
Kebijakan sektor perumahan seperti, rencana induk pembangunan perumahan rakyat, RUU tentang Sekuritisasi. Juga menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mendorong pengembangan kemitraan, yakni dengan revisi UU No.4/1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman serta UU No.16/1985 tentang rumah susun.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga akan mengamandemen UU Pokok Agraria dan Perpres No.36/2005.

Banyak yang berharap paket kebijakan ini tidak hanya selesai di atas kertas atau sebatas seminar atau lokakarya semata. Ada juga yang mengaku pesimis dan khawatir jika rancangan tersebut hanya selesai drafnya. Sedangkan realisasinya tidak dapat
dipastikan.
Tapi paket kebijakan ini menunjukkan ada komitmen dari pemerintah. Niat baik ini harus ditangkap dulu.
“Ini satu komitmen, tinggal menunggu bagaimana implementasinya nanti. Itu yang terpenting,” kata ekonom, Chatib Basri.
Hembusan angin segar ini langsung disambut investor tapi mereka masih ragu jika belum ada hasilnya. “Semua itu kan masih draf.” Begitu ungkapan Ketua Asosiasi
Jalan Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman menanggapi rencana pemerintah membentuk revolving fund—yang menjadi salah satu paket kebijakan infrastruktur.
Dirut PT Jasa Marga (Persero) Frans S Sunito mengatakan investor mau saja menanamkan uangnya terpenting ada kepastian. Dia mencontohkan untuk
pembangunan jalan tol, investor, baik PT Jasa Marga atau operator lainnya sudah siap membangun. Namun yang menjadi kendala pembebasan lahan.
“Seperti tiga ruas jalan tol yang akan dikerjakan Jasa marga [Bogor Ring
Road, Gempol-Pasuruan dan Semarang-Solo] tahun ini sudah siap dikerjakan asalkan pembebasan lahannya selesai.”
Frans mengatakan masalah penyelesaian pembebasan jalan tol bagi investor memang menjadi masalah terbesar.
Untuk itu, dia berharap kebijakan pemerintah yang akan dibuat maupun direvisi ini bisa mengatasinya.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai lembaga regulator baru jalan tol mengakui kalau perlu satu kebijakan nyata bahwa investor bisa mendapatkan kepastian kala menanamkan modalnya dalam bisnis ini.
Salah satunya mengenai pembebasan lahan yang menjadi risiko terbesar.
Kepala BPJT, Hisnu Pawenang membenarkan jika kepastian baik harga maupun waktu selesainya pembebasan lahan itu dinantikan investor.
Pembangunan infrastruktur khususnya jalan tol, tidak ada pembangian risiko antara pemerintah dan investor. Investor menanggung seluruhnya. Melalui PPJT,
Departemen PU berusaha melakukan perbaikan. PPJT direvisi.
Menteri PU sama berharapnya. “Semoga PPJT bisa segera selesai hingga investor tertarik berinvestasi,” ungkap Menteri PU, Djoko Kirmanto.
Kini kita menunggu aksi dan menggantungkan asa dari rencana tindak pemerintah ini. Semoga.

Oleh: Sapariah Saturi

properti

Disiplin ala militer pacu karir di properti

Oleh Sapariah Saturi
Bisnis Indonesia

Didikan disiplin keras dari keluarga militer membawanya tetap optimis dan bersemangat menjalani hidup. Begitu juga dalam memberi dukungan dan motivasi kepada tim pemasaran The Bellezza Permata Hijau dan proyek-proyek Gapura Prima Group yang telah ditanganinya.
Langkah pertama sebelum memasarkan produk, marketing harus benar-benar paham apa yang akan dijualnya. Barulah mencari bagaimana cara efektif menjualnya. Terpenting lagi bagaimana memberikan pelayanan dan kualitas terbaik serta membina hubungan baik dengan pelanggan. Itu yang selalu ditanamkan pada tim marketing-nya.
Dialah Reindy Pangau. Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, yang berdarah Manado ini diberi kepercayaan untuk menjadi general manager pada The Bellezza Permata Hijau.
Meski karir yang digeluti saat ini berbeda sama sekali dengan cita-citanya ketika kecil menjadi tentara hal itu tidak membuat Riendy setengah hati dalam menjalankan tugasnya. Justru pendidikan yang keras, disiplin dalam keluarga, terutama sang ayah, almarhum Willem Rudy Pangau, menjadikan pegangan baginya. Dari ibunya, Femmy Lengkong, kasih sayang dan dukungan semakin memperkuat semangat anak nomor dua dari enam bersaudara ini menjalani karir.
“Biasa ya, ayah saya dari TNI AD, jadi binaan disiplin kuat. Saya bangun pagi, nyuci pakaian, ngepel. Kalau salah di-strap, push up,” ceritanya mengenang pengalaman masa kecil.
Tiada kata tidak bisa, di kala orang pesimis, kita harus tetap optimis. Ingin berbuat terbaik dan menyumbangkan yang terbaik menjadi motto hidupnya.
Berkenalan dengan dunia properti diawalinya kala diminta menangani aset hasil pembayaran utang maupun agunan pelanggan PT Semen Cibinong, tempatnya bekerja ketika itu. Sebelumnya dia bekerja di anak perusahaan PT Pembangunan Jaya, PT Jaya Readymix.
Ketika itu, sekitar 1997-1998, krisis perekonomian melanda negeri kita. Banyak dunia usaha termasuk properti terguncang. Mereka tidak bisa membayar utang dan memilih menyerahkan properti baik apartemen, tanah, gedung, dan lainnya. Dia pun memasarkan bahkan ada yang dilelang untuk pendanaan grup tempatnya bekerja di PT Trumix Beton, anak perusahaan PT Semen Cibinong sekarang PT Holcim Indonesia Tbk.
Dari situ, suami Rinna Marlina ini mulai mengenal dunia properti dan ternyata tertarik untuk mendalaminya.
Telanjur ‘jatuh hati’ dengan dunia properti, Riendy pun menjalankan pekerjaan di dua tempat, Semen Cibinong dan Lippo Sentul. ”Kerja saya pukul 07.00-14.00, sudah itu tidak ada maka ikutan di Lippo Sentul dari pukul 15.00 sampai malam.”
Di sana dia banyak belajar dari pemasar handal seperti Krisma Tindas, Robert Angkasa, juga Joy D. Lango, Agus Gunaryo, Johan Fang.
Sekitar 1999, di Semen Cibinong ada program pengurangan karyawan, akhirnya dia memutuskan untuk mengambil program tersebut dan concern di properti.
Sambil terus belajar dari para senior itu, pemilik berat badan 72 kg dan tinggi 168 cm ini pun makin memperkuat langkahnya berkarir di bisnis properti.
Sekitar 1999 akhir, sekitar enam bulan di Lippo Sentul, dia melihat ada satu perusahaan yang sepertinya kecil tapi ternyata cukup mapan. Gapura Prima Group namanya. Melihat peluang dan kesempatan besar, Riendy pun memutuskan bergabung pada perusahaan milik Gunarso Susanto Margono ini.
“Kebetulan saya kan bantu di agen juga selain di Lippo, saya lihat peluang bagus di Gapura,” ucap pria berkumis tipis ini.
Meskipun pada perusahaan sebelumnya dia menduduki posisi cukup baik sebagai bachting plan, di grup pengembang ini dia memulai karir dari awal sebagai sales marketing dan berangkat ke kantor naik angkutan umum.
Sekitar satu bulan, dia diberi kepercayaan menjadi koordinator marketing. Bakat me-manage sudah terlihat dari cara kerjanya.
Setelah bertemu Dirut PT Gapura Prima Group, Rudy Margono, dia ditanyai latar bekakang. Akhirnya dia ditempatkan menjadi manajer pada proyek Bukit Cimanggu Villa di Bogor. Proyek Gapura makin banyak. Lalu dia dipromosikan lagi menjadi manager area selatan meliputi Bogor, Sawangan, dan Depok ditambah lagi perumahan Kayuputih. Berkembang terus proyeknya, Bekasi trade centre, Bellazzio, Serpong Town Square, dan Bellezza.
Berkat kerja keras dan prestasinya, di The Bellezza Permata Hijau ini, Riendy menjabat sebagai general manager. (redaksi@bisnis.co.id)