Sunday, November 04, 2007

Infrastruktur oh infrastruktur

Gerak Maju Pembangunan Jalan Tol
Jurnal Nasional, 22 Oktober 2007

Oleh: Sapariah Saturi-Harsono.

“KAMI berharap infrastruktur di Sumut [Sumatera Utara] seperti pelabuhan, jalan tol Kualanamu bisa terealisasi. Ini sangat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.” Begitu harapan Nurlisa Ginting, Wakil Kepala Badan Investasi dan Promosi Sumut, di Jakarta, belum lama ini.

Nurlisa datang untuk persiapan pameran Sumut, di Jakarta. Dia sadar peran infrastruktur sangat penting bagi maju mundurnya pembangunan satu daerah. “Banyak investor datang, mereka mau investasi dalam berbagai bidang, dari energi, sampai perkebunan. Tapi mereka selalu tanya bagaimana kesiapan infrastrukturnya,” ucapnya. Bagaimana penyediaan jalan, listrik dan lainnya. Jika infrastruktur tidak memadai, investor pun berpikir dua kali menanamkan dananya di satu daerah.

Pemerintah daerah Sumut tak keberatan jika harus ambil bagian dalam pembangunan ruas tol di daerahnya. Mereka bersedia membantu pembebasan lahan yang kerap bermasalah bagi investor. “Ya, kami sudah bersedia membebaskan lahannya. Kami harapkan pembangunan tol bisa segera terealisasi,” ucap Nurlisa.

Pemerintah menyadari pentingnya pembangunan infrastruktur. Tak heran, dalam beberapa tahun ini, infrastruktur seperti jalan, baik tol maupun jalan biasa, menjadi prioritas. Menguak isolasi, melancarkan distribusi maupun transportasi, infrastruktur jawabannya.

Dalam kurun waktu 2005-2007, perkembangan infrastruktur cukup menggembirakan, terutama jalan tol. Progres pembangunan jalan bebas hambatan ini berjalan pesat. Terlebih setelah ada badan khusus yang mengurus jalan tol yakni Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Awalnya, pengurusan jalan tol dilakukan PT Jasa Marga, namun melalui PP 15/2005 tentang Jalan Tol, Jasa Marga hanya operator, sedang regulator, BPJT.

Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto mengatakan, peran penting infrastruktur untuk mendorong kesuksesan program ekonomi. Namun, membangun infrastruktur membutuhkan dana tidak sedikit. Pemerintah jelas kesulitan memenuhi sendiri. Untuk itu, andil swasta sangat diperlukan. “Swasta juga ikut membangun, seperti jalan tol,” ucapnya.

Dia menyadari, investor akan berpikir panjang untuk membangun ruas tol yang tidak layak atau tidak menguntungkan secara finansial, meskipun layak secara ekonomi. Jadi, ruas tol yang layak finansial dan ekonomis, dibangun investor, sedang yang layak ekonomi tapi tak layak finansial, pemerintah campur tangan di sana.

Kepala BPJT, Hisnu Pawenang mengatakan, dalam kurun waktu 2005-2007 ini banyak kebijakan yang dikeluarkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol. Diawali, pada Oktober 2004, UU No 38 tentang Jalan. Pepres No 67/2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Masalah pengadaan tanah, ada Perpres 36/2006 atau 65/2006. Lalu, melalui KMK 38/2006, tentang pengelolaan risiko pembangunan infrastruktur, salah satunya proyek-proyek baru pemerintah diberlakukan pembatasan harga lahan (land capping). “Investor yang punya proyek lama juga minta land capping, kita sudah usulkan tapi belum disetujui.”

Pada Desember 2006, juga dikeluarkan Badan Layanan Umum (BLU). BPJT ditunjuk untuk menjalankan fungsi BLU. Melalui BLU ini, pemerintah memberikan dana bergulir untuk pembebasan lahan. Jadi, pembebasan lahan oleh pemerintah melalui BLU, dengan modal awal Rp600 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2006.

Selama ini, salah satu masalah besar dalam pembangunan jalan tol adalah pengadaan lahan. Lahan yang dilalui jalan tol, kerap harganya melambung hingga di luar prediksi investor. Tak ada kepastian, penyelesaian dan harga pembebasan lahan. Perbankan pun enggan mendanai proyek-proyek tol.

“Setelah lahan dibebaskan melalui dana talangan pemerintah, lalu investor bisa masuk dan melanjutkan pembangunan konstruksinya. Ini baik bagi iklim investasi karena dengan BLU, risiko bisa dikelola oleh pemerintah, tak hanya ditanggung investor. Perbankan pun jadi berminat,” ucapnya.

Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) lama juga dianggap tak bersahabat dengan investor. Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum (PU) mengajukan revisi kepada Departemen Keuangan. Dengan berbagai aturan tersebut, diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi investor. Tak sia-sia, dalam kurun 2006-2007, banyak investor menandatangani PPJT.

Setidaknya, ada 18 investor tol sudah menandatangani PPJT, 11 ruas di antaranya telah mendapatkan pendanaan dengan panjang 490, 60 km yang investasinya Rp32,587 triliun. Sisanya, tujuh ruas tol belum mendapatkan pendanaan dengan panjang 219,17 km, total investasi 59,933 triliun. Jika sudah ditandatangani, argo konsesi pun berjalan.

Berbagai hambatan dan keluhan investor dalam pengembangan infrastruktur, coba dijawab dan dicarikan solusi, tentunya tanpa merugikan masyarakat--karena pada dasarnya pembangunan ini untuk pembangunan ekonomi rakyat. Pemerintah berusaha agar iklim investasi tol menjadi lebih baik demi lancarnya pembangunan infrastruktur.

Related story:

Menanti Pemerataan Jalan Daerah
Jurnal Nasional, 22 Oktober 2007

Oleh: Sapariah Saturi-Harsono

JALAN tanah berdebu ketika kemarau dan berlubang serta becek saat musim hujan bukan pemandangan baru di daerah luar Jawa, terutama Kawasan Timur Indonesia (KTI). Tuntutan pemerataan pembangunan di pulau-pulau ini pun terus bergema. Pemerintah pun mulai memperhatikan daerah tertinggal ini, meskipun belum terealisasi sepenuhnya.

“Jalan trans Kalimantan sudah diaspal di beberapa bagian. Misalnya, dari Kota Pontianak ke Lingga [daerah di Kabupaten Pontianak], itu sudah bagus aspalnya. Ya...sekitar 35 km aspalnya,” kata warga Pontianak, Stefanus Akim ketika dihubungi Jurnal Nasional.

Menurut dia, dari tahun 2006-2007 ini sudah ada progress pembangunan jalan trans Kalimantan ini. Tahun-tahun sebelumnya, jalan baru dilapisi tanah merah. “Ya, meskipun aspalnya baru sebagian-sebagian tapi sudah kelihatan ada kemajuan. Bus besar antarkabupaten juga sudah lewat rute ini. Juga kendaraan lain,” ucap Akim. Namun, lalu lintas baru bisa antarkabupaten, belum antarprovinsi. Dia berharap, jalan lintas yang membuka isolasi antarprovinsi di Kalimantan itu segera selesai.

Proyek infrastruktur jalan trans Kalimantan sepanjang 5.800 km ini dengan dana Rp 3,1 triliun dan target penyelesaian tahun 2009. Untuk poros selatan sepanjang 2.900 km, sebagian telah dikerjakan 800 km, di bagian selatan masih belum dapat ditembus yaitu perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah sepanjang 300 km. Trans Kalimantan akan menghubungkan empat provinsi di Kalimantan.

Gubernur Kalimantan Tengah, A Teras Narang mengatakan, kendala utama dalam menarik investor adalah ketersediaan infrastruktur. "Akses transportasi darat, laut dan udara yang kami prioritaskan.”

Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum (PU), Hermanto Dardak mengatakan, pemerintah telah memberikan perhatian untuk pembangunan infrastruktur KTI, seperti Papua, Kalimantan dan lainnya. Seperti jalan trans Kalimantan, anggaran untuk penyelesaian jalan sudah dialokasikan juga infrastruktur daerah lainnya.

Dari tahun ke tahun, ucapnya, persentase dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan di daerah terus mengalami peningkatan. Anggaran jalan Bina Marga tahun 2006 sebesar Rp7,6 triliun, naik Rp9,8 triliun (Rp10 triliun) tahun 2007. Untuk tahun depan, diusulkan Rp18,5 triliun. “Tahun ini, mungkin sekitar 20-an persen untuk bangun jalan baru, tahun depan diperkirakan sekitar 33 persen,” kata Hermanto kepada Jurnal Nasional. Memang, katanya, sampai saat ini, porsi anggaran terbesar atau sekitar 50 persen, masih digunakan untuk menjaga kondisi jalan lama.

Sampai tahun ini, katanya, panjang jalan nasional di Indonesia sekitar 35.000 km yang tersebar di masing-masing pulau. Dari kondisi tadi, ucapnya, tahun 2005 sekitar 12 persen dalam kondisi rusak berat. “Yang rusak berat ini coba terus dikurangi tahun 2006 dan tinggal 11 persen. Target kami tahun ini rusak berat tinggal delapan sampai sembilan persen,” ucap Hermanto.

1 comment:

Anonymous said...

Keep up the good work.