Minggu, 22 September 2002
Marak Seks Bebas dan Narkoba
Generasi Muda Terancam HIV/AIDS
SEKS bebas dan narkoba menjadi satu kesatuan yang kini trend dikalangan generasi muda (remaja). Seperti kopi dan kue, seks bebas dan pesta narkoba menjadi satu rangkaian menu, akibatnya resiko tertular HIV/AIDS di kalangan generasi muda sangat besar. Ini sudah terjadi di Indonesia dan sudah menjadi ancaman yang sangat mengerikan. Banyak kalangan mengatakan HIV/AIDS layaknya gunung es yang tampak hanya ujungnya saja atau kerbau sedang mandi kali tampak tanduk saja. Artinya keadaan sebenarnya jumlah penderita jauh lebih besar. Perbandingan yang diberikan WHO dari penderita yang mengidap HIV/AIDS 1 : 100.
Mengapa seks bebas dan narkoba meningkatkan resiko terkena HIV/AIDS?
Human Immuno Virus dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan sejenis virus yang menggerogoti manusia melalui aliran darah dan belum ada penangkalnya. Penyakit maut ini dapat menular melalui beberapa cara seperti hubungan seks, jarum suntik tak steril, donor darah, ibu hamil menularkan ke anaknya.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, di Indonesia penularan terbesar disebabkan hubungan seks yang terjadi di luar nikah. Kedua melalui jarum suntik yang digunakan para pecandu narkoba. Kondisi yang terjadi tak heran jika penyakit mengerikan ini semakin merajalela di Indonesia termasuk Kalbar karena maraknya seks bebas dan narkoba di kalangan generasi muda termasuk pelajar dan mahasiswa.
Penelitian dan penantauan di beberapa kota besar Indonesia seperti Jakarta 40 persen penderita HIV/AIDS akibat seks bebas di luar nikah, Surabaya sebanyak 12,5 persen, Bali 56 persen. Sedangkan Kalbar sendiri banyak kalangan yang memperkirakan sekitar 40 persen diakibatkan oleh seks bebas ini.
Sedangkan penderita HIV/AIDS di Indonesia Kalbar menduduki posisi ke-8, sementara posisi tertinggi DKI Jakarta, diikuti Papua, Riau, Jatim, Bali, Jawa Barat. Kalau dilihat dari usia penderita penyakit ini memang didominasi generasi muda, yaitu antara usia 20 hingga 29 tahun.
Fenomena ini merupakan ancaman bagi generasi penerus bangsa. Betapa tidak jika generasi yang ada sebagian besar terjangkit HIV/AIDS mau di kemanakan negara ini, siapa yang akan menjadi penggerak pembangunan bangsa di masa mendatang.
Keadaan ini merupakan tantangan besar bagi Indonesia dalam mengupayakan pencegahannya. Termasuk Kalbar sebagai salah satu daerah yang penyebaran HIV/AIDS tinggi di Indonesia.
DI Kalbar penderita HIV/AIDS dari laporan Dinas Kesehatan Kalbar sejak 1993 sampai 2002 terdata sebanyak 105 orang, 8 diantaranya meninggal dunia, yang tersebar di beberapa wilayah dan terbesar Singkawang dan POntianak.
“ Jumlah tersebut yang terdeteksi, sebenarnya tentu lebih banyak lagi. Apalagi dengan semakin maraknya seks bebas dan pengguna narkoba dengan suntikan,”ucap Kasubdin Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Kalbar, dr Isman Ramadi M med beberapa waktu lalu.
Kondisi ini benar-benar menjadi masalah berat bagi generasi muda terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Karena bukan rahasia lagi banyak pelajar dan mahasiswa yang melakukan seks bebas di luar nikah dan menjadi pecandu berat narkoba.
Seperti penelitian yang dilakukan beberapa waktu lalu di Yogyakarta sebanyak 97 persen mahasiswa melakukan seks di luar nikah . Mereka melakukan di tempat kos, penginapan , hotel maupun di tempat pariwisata.
Ada pula yang terjadi sekarang di lokasi-lokasi pendidikan , misalnya di sebuah perguruan tinggi di Jakarta para mahasiswa mengenal tempat yang dinamakan sweet galery. Lokasi itu untuk berkumpul bagi mereka yang ingin pesta narkoba, baik madat ataupun suntikan. Sungguh menyedihkan!
Lebih menyedihkan gejala ini terjadi hampir di seluruh daerah termasuk Kalbar. Contohnya di Pontianak saja sudah banyak pelajar SMU mengaku tanpa malu-malu bahwa dirinya sudah melakukan hubungan seks bahkan sudah beberapa kali melakukan aborsi.
Dan bukan rahasia lagi kalau beberapa tempat kos dijadikan sarana pelancar mereka (palajar/mahasiswa) melakukan aksi tersebut. Kenyataan ini membuktikan betapa rentannya generasi muda terjangkit HIV/AIDS.
Tentu tak cukup hanya merasa khawatir saja tanpa adanya aksi nyata dan upaya pencegahan dan menangkal HIV/AIDS ini.
Pemerintah dan kalangan LSM atau aktivis peduli HIV/AIDS sudah banyak mengkampanyekan bagaimana upaya mencegah tertularnya HIV/AIDS. Diantaranya, tidak melakukan seks pranikah, jauhi narkoba (penggunaan jarum suntik), dan jika hubungan seks tetap dilakukan hendaknya menggunakan pengaman yaitu kondom.
Sesungguhnya pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin seandainya saja remaja mempunyai proteksi diri yang kuat. Dan semua bekal ini diperoleh dari lingkungan terkecilnya, keluarga.
“Proteksi diri yang diberikan di dalam keluarga dengan peningkatan iman dan tagwa. Jika anak mempunyai pengetahuan agama yang kuat akan menjadi bekal mereka di luar (lingkungan),”ucap Aktivis Peduli HIV/AIDS yang juga artis beken, Nurul Arifin ketika datang ke Pontianak memberikan penyuluhan HIV/AIDS pada siswa SMU baru-baru ini.
Peranan keluarga terutama orang tua sangat menentukan pembentukan sikap anak hingga mereka mempunyai kekuatan memproteksi diri dari seks bebas maupun narkoba .
Komunikasi yang baik dalam keluarga sangat membantu bagi anak. Dari lingkungan keluarga seharusnya menjadi awal seorang anak mendapatkan pendidikan mengenai seks (sex education). Sayangnya, pendidikan seks sejak dini masih dipandang tabu bagi sebagian orang tua.
Oleh karena itu, saat ini sudah waktunya anak-anak diberikan pengetahuan dan pendidikan seks sejak dini sesuai usia mereka. Di beberapa negara maju pendidikan seks diberikan ketika anak berusia 9 tahun. Sekolah-sekolah sudah memiliki mata pelajaran pendidikan seks. Mengapa kita tak memulainya juga? Jika menyadari ancaman yang ada, pendidikan seks, juga pendidikan seputar narkoba sudah urgen dilaksanakan. Untuk itu, janganlah orang tua dan kita semua terbuai terlalu lama dengan pertimbangan-pertimbangan budaya timur dan tabu, sementara cengkraman HIV/AIDS semakin luas memangsa anak bangsa.
Ini pekerjaan rumah bagi kalangan pendidikan segera merealisasikan pendidikan seks di sekolah-sekolah, misalnya saja dimulai dari tingkat SLTP. Sementara orang tua harus membuka diri dan pandangannya bahwa pendidikan seks suatu kebutuhan dan tugas mereka memulainya di dalam rumah tangga. (riasewin@yahoo.com)
Wednesday, February 16, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Post a Comment