Dari Roma ke Napoli
11 September sekitar pukul 06.00 waktu Roma, pesawat Malaysia Airlines mendarat di Bandara Internasional Roma. Sepi. Mungkin karena masih pagi.
Kesan pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, biasa saja. Belum ada sesuatu yang mencolok berbeda. Kami menunggu jemputan bus dari panitia euroseas di gate B. Meskipun masih pagi, tenggorokan terasa haus juga. Mas Andre juga haus, dia meminta aku beli minuman di café bandara. Wah, aku bingung, aku kan ga bisa bahasa Itali. Akhirnya aku pede aja, kupikir, mudah-mudahan penjualnya berbahasa Inggris.
Akupun mengambil satu coca cola botol kecil. How much? Penjualnya membalas dalam bahasa Itali. Bingung juga. Akhirnya dia menunjukkan angka di layar mesin hitung. Di sana tertera 2,5 euro. Akupun langsung membayar. Batinku...di Jakarta, minuman ini seharga di bawah Rp5.000. Di Itali....
Akupun ingat apa yang kubaca di Lonely Planet, jika Itali merupakan salah satu negara termahal di Eropa. Sampai-sampai buku petunjuk itu bilang, “Tak ada yang murah di Roma.”
Pukul 09.30 jemputan panitia datang. Kami sudah kumpul di sana dari berbagai utusan, ada dari Malaysia, Singapura, Vietnam, Fhilipina dan lainnya. Kamipun naik ke bus tingkat. He he he...aku sih nebeng aja. Namanya aja just nebenk my husband...he he he...
Eh, ternyata masa menunggu belum selesai. Panitia mengatakan masih menunggu peserta dari London. Waduh! Penantian pun sampai pukul 12.00. Bus berangkat menuju Napoli.
Di perjalanan aku melihat-lihat. Em....konstruksi jalan bagus, dari aspal padat. Jalan lenggang. “Wah, di sini ga macet ya tolnya.” Aku berceloteh. “Ga seperti Jakarta.”
Truk dan mobil yang lalu lintas juga bagus-bagus. Sepanjang perjalanan tak kulihat mobil tua atau berasap belakangnya. Semua masih gressss. Oke. Bukit dan kebun-kebun olive memperindah pemandangan di kiri kanan jalan.
Perut rasanya sudah tidak bisa kompromi. Ribut, kelaparan. Jam sudah hampir pukul 14.00. “Kok panitia belum ngomong juga ya mau berhenti makan,” pikirku.
Tak lama diumumkan akan berhenti di satu cafe, AutoGrill. Cafe ini ada di beberapa tempat yang sekaligus berdampingan dengan tempat pengisian bahan bakar kendaraan.
Peserta bergegas turun dari bus. Masuk cafe dan masing-masing memilih menu. Banyak, dari pizza, salad, pasta, roti sampai ke buah-buah. Lengkap.
Namun, di sanalah mulai kebingunganku memilih makanan. Bukan apa, aku cari mana yang kira-kira cocok dan boleh aku makan. Berbagai pikiran berkecamuk. Aduh bingung!
Mas ikutin aja menu yang aku makan. Karena, dia lebih mudah, ga cerewet. Perutnya mudah beradaptasi. Aku ga bisa. Akhirnya kami memilih makan salad mix tuna. Dasar perut kampung, kalau ga makan nasi dan banyak karbohidrat namanya bukan makan. Meskipun sudah makan roti n salad, belum terasa juga makannya. Tapi ya...mendinganlah, sudah terisi. Setelah makan dan minum perjalanan dilanjutkan.
Sekitar tiga jam perjalanan, bus kami mulai masuk kota. Mulai terlihat rumah-rumah penduduk.
Dari sini, baru terlihat sesuatu yang beda. Ketika melihat rumah penduduk, meskipun masih di pinggiran kota yang sepi, tanah yang luas, rumah terlihat rapi, bangunan vertikal, flat maupun apartemen. Jarang bahkan boleh dibilang tak ada rumah-rumah dibangun berantakan tanpa aturan.
“Ah bagus amat, tanah begitu banyak kosong tapi rumahnya sudah apartemen. Tampak rapi. Tak seperti di Jakarta ya, atau di Indonesia. Tempat padat, penataan kumuh, rumah berbentuk landed house pula. Coba saja, kota-kota di Indopahit meniru metoda ini, membangun flat atau apartemen meski di lahan luas sekalipun.” Aku terus nyeloteh tanpa peduli ada yang mendengarkan atau tidak.
Bus terus melaju memasuki kota Napoli. Bus melewati jalan layang kecil, seperti jalur busway. Nah, ketika sampai di pusat kota mulailah terlihat mobil-mobil parkir tak beraturan di pinggir jalan, macet. Wah, seperti Jakarta juga ya.....Cuma bedanya, di sini mobilnya kecil-kecil, ga banyak pedagang menutupi trotoar meskipun ada juga pedagang kali lima. Bangunan-bangunan juga tampak rapi, tertata dibangun dengan arsitektur menarik. Jalurnya jelas.
Panitia pun mengantar masing-masing peserta ke hotel. Karena peserta menginap di banyak hotel (sekitar 18 hotel), praktis jadi muter-muter Napoli. Keselnya, pas giliran hotel aku ama mas, rupanya panitia lupa, ternyata penginapan kami di bagian paling awal. Karena sudah kelewatan, terpaksa deh kami jadi diantar paling akhir, sekitar pukul 18.00 baru sampe hotel. Gila. Cape banget!!!
Hotel kami, San Georgio, tak jauh dari Piazza Garibaldi yang tak jauh dari terminal train, juga bus. Juga deket pusat perbelanjaan. (He he he..ini yang penting).
Ini dulu...yang lain nyambung......he he he....
Monday, September 24, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Selamat jalan-jalan, Mbak. Untuk sementara keamburadulan kota bernama Jakarta bisa Anda tinggalkan. :) Terima kasih atas komentar Anda di memo saya. Salam untuk Andreas.
Tx ya Paman Tyo. Iya, jalan2 sedikit mengurangi bejibun masalah yang rasanya sudah tidak muat lagi di kepala :-).(Tapi jelas tidak hilang :-) ). Apalagi ditambah polusi dan keamburadulan Jakarta.
Oke, salamnya akan saya sampaikan. Thanks.
Post a Comment